Kalimat ini sebagai sugesti dalam rangaka merubah pemikiran dan alam bawah sadar, bahwa menggambar itu mudah, tidak sulit, seperti umumnya yang terbayang. Cobalah bertanya pada seseorang apakah bisa menggambar? Kemungkinan besar jawabannya tidak. Lebih aneh lagi ketika diajak belajar menggambar. Mau belajar gambar? jawabannya pun sering sama, tidak bisa menggambar. Sering geli juga mendengar itu, diajak belajar menggambar kok gak bisa, tentunya kalo bisa menggambar, gak bakal ngajak-ngajak belajar kale J
Penilaian mengggambar (manual) yang bagus itu yang mirip banget, realis banget, banget deh, nyepless dengan foto atau dengan objek gambar. Anggapan umumnya memang seperti ini. Gambar yang realis lah yang menjadi pemenang. Siapa yang bisa menggambar seperti itu akan diberi jempol banyak. Padahal realis itu hanya hanya satu cara, aliran, isme gambar dari sekian banyak aliran menggambar. Dosenku pernah berujar bahwa menggambar anatomi manusia itu bukan masalah nyeples mirip, dengan proporsi yang sudah pas dan seimbang itu sudah mewakili gambar yang bagus.
Sugesti gambar yang bagus itu harus mirip nyepless banget-lah penyebab orang enggan berlatih menggambar. Takut tidak mirip, dicemooh dan dinyiyirin. Belajar pun belum, berprosespun tidak, yah tentu mana bisa menggambar dengan “baik”. Berlatih terus menerus menggambar pasti akan membawa prubahan skill, ada perbedaan pengalaman dari hari ke hari, update ilmu dan cara yang semakin mudah tersedia di internet. Pasti akan ada perubahan tiadak mungkin gambarnya jelek terus. Jikapun memang “jelek” 1000 gambar jelek menjadi bagus. Karena tetap tidak ada orang yang bisa membuat seperti itu dan itu tetap akan menjadi ciri has dan antik.
Mengutip dari buku Aji Silarus, bahwa untuk menjadi ahli atau profesional butuh 10.000 jam terbang. Silahkan hitung sendiri berapa tahunkah itu, seandainya dalam satu hari alokasikan waktu 1 sampai 5 jam untuk konsisten berlatih menggambar. Dalam hitungan istriku seseorang mestinya sudah mendaji ahli ketika lulus kuliah S1, terlebih kuliahnya 9 tahun J
Menggambar sering dijodohkan dengan bakat, bawaan lahir atau turunan seniman. Ungkapan ini juga tidak sohih sekali, beberapa turunan pelukis memilih tidak melukis, dan banyak pelukis yang jauh sekali dari silsilah gen seniman. Ini dunia kesenian, bukan dunia politik, tidak semua bisa dikuasai secara dinasti dan turun temurun. Persoalan bisa menggambar bukanlah bersandar pada nasib (bakat) bawaan. Tuduhan bakat sebagai dalang orang pandai menggambar adalah alibi bagi orang yang enggan dan malas belajar menggambar.
Keyakinan dan ketekunan bisa menjadi jalan yang lurus bagi para pencari ilmu menggambar. Hidayah itu akan tiba menghampiri manusia-manusia konsisten, kata orang mah istiqomah. Kosisten terus menerus menggambar memperdalam ilmunya. Jalan seperti ini akan mengasah kemampuan baik si pemilik bakat atau tidak. Gak usah mikirin bakat atu tidak, lihat saja seberapa sungguh sungguh dan yakin dalam menggambar.
Comments
Post a Comment