Masih suasana Madinah. Ini tentang mobil sedan warna merah, punya bapak. Mereknya Honda. Honda itu tulisannya sama saja, di Arab pun tetap Honda. Sama seperti juga di Pandeglang. Dibacanya pun sama Honda. Tidak tahu kalau di Afrika. Seperti mobil lainnya, yang kebetulan sama, mobil ini pun sama. Ban 4 pintu 4. Bagasi di belakang tentunya, kap mesin di depan. Lengkap semua lampu, wiper, dan sebagainya. Aku tidak perlu cerita lebih detil lagi spesifikasinya, karena mobil ini bukan untuk dijual. Okey.
Kabar hebatnya, yang membuat beda adalah: Pertama, mobil apak itu tidak punya garasi. Karena apartemen kontakan kami memang tidak mengontrakkan garasi. Jadi si merah parkirnya di pinggir jalan. Hanya berselimut cover saja. Jika panas dia kepanasan jika dingin dia kedinginan, tergantung musim. Kedua, letak kemudinya berada di kiri. Sangat hebat bukan nyetir mobil di kiri? Seperti di Amerika. Tapi kalau makan dan minum apak tetap pakai tangan kanan dan baca do’a dahulu. Nah penting juga diingat, walau setir mobil di kiri apak tetap juga berdoa sebelum menjalankannya.
Bagaimana caranya apak bisa punya mobil? Tidak tepat jika kau bertanya seperti itu padaku. Aku anak kecil belum faham masalah jual beli. Apalagi hukum tatacara ber-muamalah yang tempatnya di Arab pula. Bahkan aku tidak tahu kalau mahluk merah yang ketika kunci dimasukan pada lubang di bawah kemudi lalu diputar, itu akan mengeluarkan suara ckes kes kes… dan itu bernama mobil. Jadi kita tidak perlu membahas cara apak mendapatkan mobil.
Aku kira apak saat itu bisa membelinya dengan murah di tempat mobil bekas. Atau itu pinjaman dari bang Kodir yang baik hati. Atau jangan-jangan apak pernah beli susu dan mendapat hadiah mobil? Bisa jadi kan? Tiada yang mustahil bagi Alloh SWT.
Suatu hari di tahun 84 itu, hujan es menguyur kota Madinah. Banyak mobil pecah kaca-kacanya. Juga lampu-lampu yang indah menuju masjid nabawi, banyak yang hancur. Berapa banyaknya? Tidak sempat aku bertanya soal data. Yang jelas banyak korban. Termasuk kambing-kambing peternak dan seorang peternaknya juga ikut wafat. Berita itu dilansir koran lokal yang apak bacakan untukku. Kami hanya bisa memandang si merah dari jendela di lantai dua. Dan senang bukan kepalang karena si merah aman. Terlindung dari kehancuran dengan cover setianya.
Apak rajin dan apik mencuci sendiri mobilnya. Apalagi di sana banyak debu. Aku juga sering ikut ke acara itu. Acara mahasiswa dan anak TK di arena cuci mobil. Kadang aku melihat saja apak mencuci, sambil mendoakan supaya cepat beres urusannya itu. Agar bisa cepat piknik lagi. Kadang aku memang juga ikut menggosok bagian yang mudah, dan meniupi kacanya yang berembun. Paling senang kalau komandan menyuruhku menyiram, sambil aku bisa main basah-basahan.
Mobil sudah kinclong, rencana hari itu kami akan pergi. Aku lupa tujuannya. Kami siap-siap berdandan menggunakan pakaian yang baik. Tapi dari jendela aku melihat sesuatu terjadi. Itu seperti penistaan pada kerja kami. Apak ikut melihat dari jendela, dan berlari ke bawah hanya mengenakan kaos singlet. Tentu pake celana yah. Ternyata mereka gerombolan pengacau.
Tahukah kamu, bagai mana rasanya jika kamu yang sudah bekerja penuh cinta merawat mobil kesayangan, sampai mentereng, lalu diinjak-injak dinaiki oleh gerombolan kambing gibas? Kamu kira ini perosotan TK? Dan di atas kap mobil selain jejak kaki juga ada yang ee. Aduh dasar kambing. Si merah kini jadi belepotan dan bau. Kejamnya kamu merusak hariku.
Tapi aku perlu sampaikan juga, bahwa pada hari-hari akhir kami tinggal di Madinah atau sebelum pulang mudik, apak penah mengajak kami berdiskusi. Ia berbicara pada aku, dan ibuku agar berbenah untuk mudik. Aku ingat ayahku setengah berkelakar, setengah bertanya. Lalu setengah pertanyaan itu juga sudah apak jawab dengan setengah. Iya, ia ingin membawa mobil itu ke kampung.
Wah aku sangat senang sekali mendengar pernyataannya. Tapi apak agak keberatan dengan alasan kemudi sebelah kiri akan bermasalah jika di bawa ke Indonesia yang menganut paham kemudi kanan, itu kendala pertama. Kendala kedua ongkosnya mahal. Mendengar pernyataan serba setengah itu, aku tetap ingin mobil ikut mudik juga, biar kakakku bisa ikut naik bersama. Berpiknik keliling kota di Indonesia, pikirku simpel.
Setelah aku pulang ke kampung, walau kedua alasan itu bisa terpenuhi dan mobil merah itu bisa kami bawa sera, ternyata yang mustahil adalah, jalan di kampung kami yang sulit dilalui oleh kendaraan roda empat. Jangankan jenis sedan mobil yang tinggi pun pasti terjebak lumpur. Ini alasan yg lebih masuk akal.
Si merah dalam pandanganku itu banyak jasanya. Ia telah membawa hadiah susu 3 kardus, membawa barang-barang saat pindahan rumah. Mengantar apak kuliah, mengantar aku sekolah, yang semua dikemudikan apak. Mengangkut kami bertamasya keliling taman dan kota. Mengangkut dan menjemput saudar-saudaraku yang sedang berhaji, dan segudang catatan amal kebaikan yang dikerjakan mobil Honda merah itu. Tidak pernah mogok, selama aku naik sih. Jadi aku merasa mobil itu sudah menjadi bagian dari keluarga kami.
Selanjutnya kisah si honda merah tidak aku ketahui nasibnya entah dijual, dihibahkan atau jadi kandang kambing. Yang kami bawa mudik adalah hanya selembar ingatan tetang mobil honda merah yang mulai memudar dan samar.
----------------------------------
*Tahun 1980-an Warga sekitar Madinah banyak yang memiliki bintang ternak yang dikelola secara tradisional. Hanya memagar tanah tanpa memberi atap. Bahkan sebagaian membiarkan hewan seperti kambing bebas berkeliaran di lingkungan warga. Dan kebetulan yg aku lihat itu kambing. Onta, sapi, atau sapi betina dan mahluk ternak lainnya tidak pernah lewat.
*Kambing gibas itu kambing besar dan berbulu lebat. Berbau sedap, bagi yang suka. Bagi yang tidak suka jangan mendekat, muntah kamu.
Jika membeli tv, radio, kulkas, dan barang lain yang dibungkus kardus, jangan tunda kelamaan diluar rumah. Barangnya awet, kardusnya raib. Kambing di sana memakan kardus. Dan itu bukan pelanggaran. Tidak bisa menuntut potong tangan dan kaki karena pencurian.
*Tidak adanya rumput kambing-kambing yang dilepas peternak sering nongkrong di tempat sampah. Di tempat itu banyak sampah kertas, kardus, sayur, buah sisa manusia. Bersama kucing, anjing, tikus, lalat dan mahluk lainnya, mereka sering ngobrol di tempat itu. Aktivitas semua mahlik itu dapat dinikmati dari jendela rumah kontrakan apak yang kedua. Semua itu merupakan kekuasaan Allah SWT, bagi orang-orang yang berfikir.
Kabar hebatnya, yang membuat beda adalah: Pertama, mobil apak itu tidak punya garasi. Karena apartemen kontakan kami memang tidak mengontrakkan garasi. Jadi si merah parkirnya di pinggir jalan. Hanya berselimut cover saja. Jika panas dia kepanasan jika dingin dia kedinginan, tergantung musim. Kedua, letak kemudinya berada di kiri. Sangat hebat bukan nyetir mobil di kiri? Seperti di Amerika. Tapi kalau makan dan minum apak tetap pakai tangan kanan dan baca do’a dahulu. Nah penting juga diingat, walau setir mobil di kiri apak tetap juga berdoa sebelum menjalankannya.
Bagaimana caranya apak bisa punya mobil? Tidak tepat jika kau bertanya seperti itu padaku. Aku anak kecil belum faham masalah jual beli. Apalagi hukum tatacara ber-muamalah yang tempatnya di Arab pula. Bahkan aku tidak tahu kalau mahluk merah yang ketika kunci dimasukan pada lubang di bawah kemudi lalu diputar, itu akan mengeluarkan suara ckes kes kes… dan itu bernama mobil. Jadi kita tidak perlu membahas cara apak mendapatkan mobil.
Aku kira apak saat itu bisa membelinya dengan murah di tempat mobil bekas. Atau itu pinjaman dari bang Kodir yang baik hati. Atau jangan-jangan apak pernah beli susu dan mendapat hadiah mobil? Bisa jadi kan? Tiada yang mustahil bagi Alloh SWT.
Suatu hari di tahun 84 itu, hujan es menguyur kota Madinah. Banyak mobil pecah kaca-kacanya. Juga lampu-lampu yang indah menuju masjid nabawi, banyak yang hancur. Berapa banyaknya? Tidak sempat aku bertanya soal data. Yang jelas banyak korban. Termasuk kambing-kambing peternak dan seorang peternaknya juga ikut wafat. Berita itu dilansir koran lokal yang apak bacakan untukku. Kami hanya bisa memandang si merah dari jendela di lantai dua. Dan senang bukan kepalang karena si merah aman. Terlindung dari kehancuran dengan cover setianya.
Apak rajin dan apik mencuci sendiri mobilnya. Apalagi di sana banyak debu. Aku juga sering ikut ke acara itu. Acara mahasiswa dan anak TK di arena cuci mobil. Kadang aku melihat saja apak mencuci, sambil mendoakan supaya cepat beres urusannya itu. Agar bisa cepat piknik lagi. Kadang aku memang juga ikut menggosok bagian yang mudah, dan meniupi kacanya yang berembun. Paling senang kalau komandan menyuruhku menyiram, sambil aku bisa main basah-basahan.
Mobil sudah kinclong, rencana hari itu kami akan pergi. Aku lupa tujuannya. Kami siap-siap berdandan menggunakan pakaian yang baik. Tapi dari jendela aku melihat sesuatu terjadi. Itu seperti penistaan pada kerja kami. Apak ikut melihat dari jendela, dan berlari ke bawah hanya mengenakan kaos singlet. Tentu pake celana yah. Ternyata mereka gerombolan pengacau.
Tahukah kamu, bagai mana rasanya jika kamu yang sudah bekerja penuh cinta merawat mobil kesayangan, sampai mentereng, lalu diinjak-injak dinaiki oleh gerombolan kambing gibas? Kamu kira ini perosotan TK? Dan di atas kap mobil selain jejak kaki juga ada yang ee. Aduh dasar kambing. Si merah kini jadi belepotan dan bau. Kejamnya kamu merusak hariku.
Tapi aku perlu sampaikan juga, bahwa pada hari-hari akhir kami tinggal di Madinah atau sebelum pulang mudik, apak penah mengajak kami berdiskusi. Ia berbicara pada aku, dan ibuku agar berbenah untuk mudik. Aku ingat ayahku setengah berkelakar, setengah bertanya. Lalu setengah pertanyaan itu juga sudah apak jawab dengan setengah. Iya, ia ingin membawa mobil itu ke kampung.
Wah aku sangat senang sekali mendengar pernyataannya. Tapi apak agak keberatan dengan alasan kemudi sebelah kiri akan bermasalah jika di bawa ke Indonesia yang menganut paham kemudi kanan, itu kendala pertama. Kendala kedua ongkosnya mahal. Mendengar pernyataan serba setengah itu, aku tetap ingin mobil ikut mudik juga, biar kakakku bisa ikut naik bersama. Berpiknik keliling kota di Indonesia, pikirku simpel.
Setelah aku pulang ke kampung, walau kedua alasan itu bisa terpenuhi dan mobil merah itu bisa kami bawa sera, ternyata yang mustahil adalah, jalan di kampung kami yang sulit dilalui oleh kendaraan roda empat. Jangankan jenis sedan mobil yang tinggi pun pasti terjebak lumpur. Ini alasan yg lebih masuk akal.
Si merah dalam pandanganku itu banyak jasanya. Ia telah membawa hadiah susu 3 kardus, membawa barang-barang saat pindahan rumah. Mengantar apak kuliah, mengantar aku sekolah, yang semua dikemudikan apak. Mengangkut kami bertamasya keliling taman dan kota. Mengangkut dan menjemput saudar-saudaraku yang sedang berhaji, dan segudang catatan amal kebaikan yang dikerjakan mobil Honda merah itu. Tidak pernah mogok, selama aku naik sih. Jadi aku merasa mobil itu sudah menjadi bagian dari keluarga kami.
Selanjutnya kisah si honda merah tidak aku ketahui nasibnya entah dijual, dihibahkan atau jadi kandang kambing. Yang kami bawa mudik adalah hanya selembar ingatan tetang mobil honda merah yang mulai memudar dan samar.
----------------------------------
*Tahun 1980-an Warga sekitar Madinah banyak yang memiliki bintang ternak yang dikelola secara tradisional. Hanya memagar tanah tanpa memberi atap. Bahkan sebagaian membiarkan hewan seperti kambing bebas berkeliaran di lingkungan warga. Dan kebetulan yg aku lihat itu kambing. Onta, sapi, atau sapi betina dan mahluk ternak lainnya tidak pernah lewat.
*Kambing gibas itu kambing besar dan berbulu lebat. Berbau sedap, bagi yang suka. Bagi yang tidak suka jangan mendekat, muntah kamu.
Jika membeli tv, radio, kulkas, dan barang lain yang dibungkus kardus, jangan tunda kelamaan diluar rumah. Barangnya awet, kardusnya raib. Kambing di sana memakan kardus. Dan itu bukan pelanggaran. Tidak bisa menuntut potong tangan dan kaki karena pencurian.
*Tidak adanya rumput kambing-kambing yang dilepas peternak sering nongkrong di tempat sampah. Di tempat itu banyak sampah kertas, kardus, sayur, buah sisa manusia. Bersama kucing, anjing, tikus, lalat dan mahluk lainnya, mereka sering ngobrol di tempat itu. Aktivitas semua mahlik itu dapat dinikmati dari jendela rumah kontrakan apak yang kedua. Semua itu merupakan kekuasaan Allah SWT, bagi orang-orang yang berfikir.
Comments
Post a Comment